Translate

Selasa, 08 Mei 2018

PELESTARIAN POHON MASSOIA DI PAPUA




Saat ini populasi pohon Massoia boleh dibilang hanya terdapat di Pulau Papua, yaitu pulau besar yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia dan negara Papua New Guinea. Pohon ini pertama kali dikenal pada jaman colonial. Pohon massoia jika disuling menghasilkan minyak yang disebut minyak massoia. 




Minyak massoia ini digunakan dalam obat-obatan tradisional, parfum, dan makanan. Karena memiliki nilai yang tinggi, banyak pihak berlomba-lomba mendapatkannya namun hal fatal yang dilakukan adalah sebagian besar dari mereka lupa untuk melestarikannya. Hal ini membuat pohon massoia ini semakin langka sehingga harganya semakin meroket.

Namun rupanya masih ada orang-orang yang berniat melestarikan pohon ini.



Pelestarian pohon ini penulis saksikan di kota Nabire, Papua. Sebuah perusahaan lokal yang memang berbisnis kulit kayu massoia dan Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya telah berupaya melestarikan pohon ini. Perusahaan ini, sebut saja PT.R telah berbisnis kulit massoia sejak akhir tahun 2010, namun mereka baru mengupayakan pelestarian pohon massoia pada tahun 2012.




PT.R adalah satu-satunya perusahaan di kota Nabire, Papua yang mengangkut massoia dari hutan produksi dengan menggunakan helikopter. Kulit-kulit kayu massoia ini kemudian dikemas dan dikirim ke Pulau Jawa dengan menggunakan kapal. Perusahaan ini mampu menyuplai 13-15 ton perbulannya.

Saat ditanya mengapa tertarik untuk melestarikan pohon ini, pemilik perusahaan yang lebih sering dipanggil Pak Boy menjawab bahwa alasan awalnya adalah demi kepentingan bisnis karena jika diangkut dari hutan dengan menggunakan helicopter membutuhkan biaya yang sangat besar. Mereka membuat persemaian bibit-bibit massoia. Semua bibit berasal dari tunas-tunas pohon massoia dari hutan karena mereka pernah mencoba berulang kali menanam biji massoia namun tidak dapat tumbuh oleh karena ini mereka mencoba menyemaikan tunas-tunas massoia dan ternyata berhasil.



Melihat persemaian pohon massoia yang mereka lakukan sukses, mereka pun berpikir mengapa mereka tidak mencoba menanam kembali pohon ini dihutan, dengan demikian populasi pohon massoia dihutan pun bisa diselamatkan dan tidak berkurang. Akhirnya Pak Boy memberikan instruksi pada para pekerjanya untuk mencabut dan menanam kembali tunas-tunas pohon massoia sebelum pohon itu ditebang. Tunas-tunas itu tidak boleh dibiarkan tumbuh ditempat semula karena mereka membutuhkan jarak untuk tumbuh. Jika pohon massoia memiliki sepuluh tunas maka yang berhasil tumbuh dan menjadi pohon hanya sekitar 2-3 tunas saja, hal ini dikarenakan pohon massoia menghasilkan hawa panas yang melebihi pohon-pohon lainnya sehingga jika mereka tumbuh berdekatan maka tunas-tunas ini akan mati.



Mereka telah menyemaikan lebih dari 20.000 tunas pohon massoia. Kelak enam atau tujuh tahun yang akan datang mereka akan mulai memanen pohon massoia yang telah mereka tanam, baik pohon yang dilahan pribadi maupun pohon yang mereka tanam dihutan. Jika mereka berhasil memperoleh lahan yang lebih besar maka mereka akan menanam dan memanen pohon-pohon massoia hanya dilahan pribadi dan berangangsur-angsur mengurangi dan menghentikan pengumpulan kulit massoia dari hutan.

Apakah ada perusahaan lain yang melakukan hal yang sama?

“Saya belum tahu jika ada perusahaan yang melestarikan pohon ini, tapi kalau secara individu saya rasa ada orang lain yang juga menanam.” Kata Pak Boy.

Mengapa harus menebang pohon? Mengapa tidak menguliti kulit pohon itu separuhnya saja agar pohon itu tidak mati?

Dua pertanyaan itulah yang selalu ditanyakan.

“Susah, medannya berat.” Demikian kata Pak Boy.
“Kami pernah mencoba, namun saat kami kembali pohonnya mati juga. Pekerja kami juga terjatuh saat mencobanya. Bahaya sekali. Kalau nanti pohon-pohon yang kami semai-kan sudah tumbuh besar maka kami akan mencoba metode itu, karena lahan kami relatif flat, beda dengan di-hutan.” Katanya lagi.




Bagaimana proses pelestariannya?

Hal yang paling mudah dilakukan adalah penyebaran tunas-tunas untuk ditanam kembali di sekitar lokasi operasi, karena kegiatan penanaman kembali itu dilakukan didekat lokasi produksi, dan yang paling penting dari semua itu adalah populasi pohon massoia di hutan asal menjadi semakin banyak.

Lalu bagaimana jika ingin melestarikan pohon massoia ditempat lain yang bukan merupakan lokasi populasi asal?

Hal yang pertama dilakukan adalah pengambilan tunas-tunas. Sambil mengambil atau memindahkan tunas-tunas untuk dibawa ke kota, harus ada tunas-tunas yang ditanam kembali di lokasi populasi asal agar populasi pohon massoia di lokasi asalnya tetap lestari dan bahkan bertambah. Selain mengambil tunas-tunas dan biji-biji, hal yang paling penting yang juga harus ikut diambil adalah tanah dari lokasi asal tunas-tunas tersebut karena tunas-tunas tersebut masih membutuhkan adaptasi dengan lingkungan barunya nanti.

Tahap kedua adalah proses persemaian. Tunas-tunas yang ada harus segera disemaikan dengan menggunakan pollybag. Adapun tanah yang digunakan adalah tanah dari lokasi asal tunas. Mereka pernah mencoba langsung menanam dengan menggunakan tanah yang lain namun tunas-tunas itu langsung mati. Untuk menghemat biaya, mereka mencampur tanah dari lokasi asal dengan tanah yang lain, dan percobaan yang mereka lakukan mendapat hasil yang positif. Hal yang sama juga berlaku untuk proses persemaian biji. Tanaman harus memiliki jarak yang ideal (sekitar 15-20 cm) dan tidak boleh terkena matahari secara langsung sehingga penggunaan paranet sangatlah penting. Posisi rumah paranet sebaiknya sejajar dengan arah matahari terbit, agar cahaya matahari dapat menyinari seluruh rumah paranet atau tempat persemaian dengan merata. Tinggi tanaman di rumah persemaian maksimal 150 cm, jika sudah terlalu tinggi maka jarak 15-20 cm sudah tidak lagi menjadi jarak yang ideal karena tunas-tunas itu sudah semakin berhimpitan satu dengan yang lain, dan sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya bahwa pohon massoia tidak boleh berdekatan satu dengan yang lain karena dapat membuat pohon-pohon itu mati.

Setelah sudah cukup kuat barulah tunas dapat dipindah ke lahan lain. Proses penanaman di lahan juga harus tetap memperhatikan jarak ideal antar pohon dan juga arah matahari terbit agar pohon-pohon memiliki cahaya matahari yang cukup.

Apakah tinggi atau rendah-nya dataran dapat mempengaruhi kesuburannya?
Tentu saja jawabannya “Ya”, namun pohon massoia akan tetap tumbuh, mengapa? Karena pada jaman dulu, sebelum pohon ini menjadi pohon yang langka, pohon ini juga tumbuh di dataran rendah. Namun karena adanya penebangan secara konstan dan minimnya usaha pelestariannya membuat populasi pohon ini semakin menjauh dari dataran rendah hingga akhirnya populasi pohon massoia hanya ada di dataran tinggi, dimana populasi pohon-pohon ini lebih aman karena area yang bergunung-gunung membuat pohon ini sangat sulit untuk dijangkau.

Apa kendala utama dalam proses pelestarian ini lainnya?

Rupanya waktu pengambilan dan juga lokasi tempat pengumpulan kulit kayu massoia yang menjadi kendala utama.

Pengambilan  tunas-tunas massoia di hutan harus disesuaikan dengan waktu pemuatan hasil produksi dari hutan. Durasi operasi dihutan biasanya 1,5 bulan, namun faktor cuaca dapat membuat durasi itu jauh lebih lama, pernah hingga 2 bulan bahkan 3 bulan. Jika tunas-tunas itu segera dicabut dan dibawa ke base camp maka tunas-tunas akan segera mati karena terlalu lama tidak ditanam. Sedangkan jika tidak segera dicabut dan dipindahkan ke base camp maka para pekerjalah yang akan mendapat kesulitan tambahan, karena mereka harus kembali lagi ke lokasi dimana pohon massoia itu berada, yang jauhnya bisa lebih  dari 7 km. Begitu juga dengan pengambilan bibit yang berupa biji, kesulitan yang dihadapi sama dengan proses pengambilan tunas, namun pengambilan biji memiliki kesulitan ekstra yaitu waktu berbuahnya pohon, dimana pohon belum tentu berbuah saat para pekerja tiba lokasi. Hal yang juga menjadi masalah adalah volume tunas dan bibit tersebut akan menambah beban berat di helikopter pada saat proses pengangkutan, berat semakin bertambah karena pada saat mengangkut tunas dan biji tersebut mereka juga harus membawa tanah dari lokasi populasi asal, karena tunas-tunas dan biji itu harus tetap menggunakan tanah dari lokasi asalnya agar tetap hidup pada saat proses persemaian. Hal-hal inilah yang menyebabkan pengambilan tunas dan bibit tidak dapat dilakukan dalam jumlah yang besar pada setiap trip pemuatan.

Adakah kendala lainnya?

Ketika ditanya akan hal ini, maka jawaban yang diberikan cukup mengejutkan. Kendala lainnya justru dari masyarakat adat sendiri. Untuk membawa tunas-tunas pohon massoia, perusahaan harus membayar biaya adat yang berbeda dari biaya adat untuk mengumpulkan kulit kayu massoia. Sebenarnya kepala suku pemilik lokasi sangat membantu usaha pelestarian ini, namun beberapa pemilik lokasi adat memiliki sikap yang berbeda. Mereka bersedia mengijinkan asal ada uang adatnya, hal ini menyebabkan pihak perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan. Jangankan untuk mengambil tunas-tunas tersebut, untuk survey lokasi saja harus membayar biaya adat. Permasalahannya adalah biaya adat tidak tertulis dalam peraturan tulisan, semuanya hanya diutarakan secara lisan, sehingga permintaan jumlah biaya adat diminta sesuka hati para pemilik lokasi. Sang kepala suku adalah orang yang menjembatani pihak perusahaan dan para pemilik lokasi. Pelestarian pohon inipun dilakukan oleh pihak perusahaan tanpa adanya bantuan dari masyarakat adat, namun saat pohon-pohon ini sudah siap panen maka pihak perusahaan tetap harus membayar uang adat kulit kayu massoia per-kilogram dari pohon-pohon yang mereka tanam sendiri.

Apakah ada usaha atau tindakan dari pemerintah daerah setempat  untuk melestarikan pohon ini?

“Sejauh ini belum ada tindakan aktif.” Kata Pak Boy. “Pelestarian pohon ini adalah inisiatif pribadi dari masyarakat”. Pemerintah daerah setempat bahkan tidak secara aktif memberikan penyuluhan tentang pentingnya melestarikan pohon ini, banyak masyarakat kota Nabire yang tidak mengetahui tentang pohon ini karena mereka berpikir kulit kayu massoia ini adalah kayu manis, padahal kulit kayu massoia dari wilayah Nabire memiliki kadar lactone tertinggi yang rata-rata mencapai 80%, bandingkan dengan kadar lactone kulit kayu massoia dari wilayah Jayapura yang rata-ratanya hanya 67%, atau dari wilayah Kaimana yang rata-ratanya hanya 70%.

Usia ideal panen pohon massoia sama seperti pohon kelapa, yaitu 7-8 tahun. Jika melihat usia ideal panen pohon massoia yang masa tumbuhnya relatif singkat (bandingkan dengan pohon-pohon lain yang membutuhkan waktu mulai dari 80 tahun hingga lebih dari 100 tahununtuk di panen) maka sebenarnya baik secara ekonomis dan proses segenerasi pohon, sebenarnya tidak ada alasan bagi pelaku usaha, pemerintah, masyarakat luas dan khususnya masyarakat adat untuk tidak menanam kembali dan melestarikan pohon ini. 



Artikel lainnya tentang Massoia:
Massoia, Atsiri Yang Istimewa


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights PictureRANSUN GROUP

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

Sumber Utama Penyusunan Data:
Observasi Langsung
Wawancara

Daftar Pustaka:
Heinrich Melcher dan Dr. Ir. M. Ahkam Subroto; Essential Oil
Arianto Mulyadi; Proceeding Dewan Atsiri Indonesia

Daftar Website:
wikipedia
RANSUN GROUP
THEADIOKECENTER




------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sabtu, 20 Januari 2018

PELESTARIAN AIR TANAH DEMI KELANGSUNGAN PERADABAN PERKOTAAN




Kali Ciliwung Pada Tahun 1870 difoto oleh Woodbrog & Page
(copyrights: alwishahab.wordpress.com)



Air merupakan sumber kehidupan dibumi. Hampir semua peradaban besar dimasa lampau berada didekat sumber air, seperti peradaban Sungai Nil, peradaban Sungai Yang Tze, dan peradaban lembah Sungai Indus. Selain itu, dibangun juga peradaban ditepi laut, yang dikenal sebagai negeri-negeri pelabuhan. Beberapa kota kerajaan bahkan menggunakan air sebagai pertahanan utama mereka, seperti kota Venesia yang menggunakan kanal-kanal air, atau kota Tirus kuno yang menggunakan lautan sebagai lapisan terluar pertahanan mereka. Demikian juga peradaban yang dibangun dikota-kota tepi laut di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, dan lain-lain. 

Jalan Hayam Wuruk pada tahun 1948
(copyrights: viva.co.id)

Selain sebagai pusat berbagai peradaban-peradaban besar dimasa lampau, air juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu merupakan salah satu sumber daya yang tidak mengenal batas dan tidak dapat dibatasi oleh batas geografi, batas negara, dan batas adiministrasi (P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani). Sedemikian pentingnya air bagi kehidupan membuat banyak pihak berlomba-lomba memperoleh air bahkan dengan proses yang sangat mahal nilainya, seperti yang dilakukan oleh Singapura, Arab Saudi, Israel, dan Tunisia.

Manusia memang menyadari bahwa air sangat penting bagi kehidupan tetapi rupanya manusia tidak serta-merta menghargai air dan mengelolanya dengan baik. Akibatnya, ada banyak tempat yang tidak memiliki ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, termasuk di negara kepulauan Indonesia. Sumber daya air dunia ini bagi kebutuhan manusia terdiri dari air sungai, air hujan, dan air tanah. Dari ketiga sumber daya air ini, air tanah merupakan sumber daya air yang paling tinggi tingkat eksploitasinya oleh manusia. Air tanah adalah air yang berada dibawah lapisan tanah yang berasal dari resapan air hujan. Air tanah terdiri dari Air Tanah Dangkal, yaitu air tanah yang berada dibawah permukaan tanah dan diatas lapisan bebatuan dibawah tanah, dan Air Tanah Dalam, yaitu air tanah yang berada dibawah lapisan Air Tanah Dangkal dan dibawah lapisan bebatuan dibawah tanah. Air tanah, yang berasal dari resapan air hujan, merupakan sumber daya air yang paling sering dieksploitasi oleh manusia. 

Banyak orang masih menganggap bahwa air tanah adalah sumber daya alam terbarukan yang dapat ditemukan dimanapun dan kapanpun, dengan jumlah yang melimpah dan diperoleh dengan gratis. Bahkan, banyak orang Indonesia yang beranggapan asalkan berada didekat laut maka siklus hidrologi akan membuat wilayah Indonesia tidak akan kekurangan air tanah. 

Memang pendapat ini tidak sepenuhnya salah. Siklus hidrologi adalah sebuah proses yang dinilai ‘abadi’ yang secara rutin menyediakan air dalam jumlah besar. Penjelasan singkatnya adalah uap-uap air terutama yang berasal dari air laut dan samudra akan menguap lalu kemudian berubah kembali menjadi air dalam bentuk air hujan dan jatuh kembali ke wilayah yang sama (laut atau samudra) atau wilayah sekitarnya (daratan). Uap air yang diubah kembali menjadi hujan inilah yang disebut hujan daur ulang (recycling rain). Jika penguapan dibawah angin keluar dari wilayah tersebut (laut atau samudra) menuju ke wilayah lain (misalnya daratan disekitarnya), yang disebut proses adveksi, maka penguapan itu akan menjadi sumber uap air bagi air hujan yang akan turun di wilayah baru tersebut. Siklus ini tentunya sangat menguntungkan bagi negeri-negeri kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, terutama yang terletak didaerah tropis seperti Indonesia. Terlebih lagi, kenyataan bahwa total air hujan yang jatuh ke daratan jauh lebih besar dari pada total air yang menguap dari daratan. Berkat ekosistem alam yang telah dirancang sedemikian rupa oleh Tuhan, sebagian air di musim hujan itu diatur untuk dapat tersimpan di dalam tanah, dan menjadi air tanah yang merupakan salah satu persediaan air yang utama bagi musim kemarau.

Namun, proses hidrologi yang berlebihan akibat pemanasan global akan mengakibatkan perubahan distribusi hujan yang menjadi penyebab kekeringan dan banjir di wilayah disekitarnya. Perubahan distribusi hujan tentunya mempengaruhi kuantitas air tanah. Ada 1,3 juta km³ air di bumi, 97,5% dari total tersebut merupakan air laut, lalu sisanya yang hanya sebesar 2,5% terdiri dari es dan gletser (68,7%) di kutub utara dan kutub selatan serta di puncak-puncak gunung bersalju, air tanah (29,9%), serta air di danau, sungai dan rawa sebesar 0,96% (P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani). Artinya, kuantitas air tanah dari total keseluruhan air di bumi hanya sekitar 10.360 km³. Perubahan distribusi hujan juga tentunya mempengaruhi kuantitas air tanah, ditambah lagi ulah-ulah manusia yang merusak ekosistem semakin mengurangi ketersediaan air tanah sehingga mengakibatkan 76% penduduk dunia tidak mampu menjangkau air bersih karena wilayah mereka hanya memiliki ketersediaan air bersih sebanyak 5000 m³/kapita/tahun, yang masih masuk dalam kategori “Kurang” (Shiklomanov).

Kerusakan ekosistem yang menyebabkan kerusakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) terutama karena perubahan lahan yang tidak terkendali di bagian hulu DTA dapat menyebabkan terjadinya perubahan siklus hidrologi di DTA tersebut (Bambang Trisakti). Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan hujan yang turun sulit diserap oleh tanah sehingga membuat air meluap ke permukaan dan menyebabkan banjir. Berkurangnya kemampuan resapan tanah di suatu area akan diikuti peningkatan aliran air di permukaan dan  menyebabkan area tersebut akan kekurangan air pada musim kemarau, lalu akibat selanjutnya adalah erosi tanah pada musim hujan. 

Ulah manusia yang merusak ekosistem ini sangat ironis dengan kenyataan bahwa mereka sangat membutuhkan ketersediaan air tanah. Contoh paling tepat mengani hal ini adalah kota Jakarta. Penduduk Jakarta sangat menyadari bahwa kuantitas dan kualitas air tanah merupakan hal yang sangat penting, tetapi sebagian besar dari mereka seakan-akan menolak untuk bertanggung-jawab dalam pelestarian air tanah, padahal tanda-tanda krisis air tanah di Jakarta sudah sangat terlihat. Penduduk Jakarta telah menggunakan lebih dari sepertiga dari ketersediaan air tanah di wilayah ini, padahal ketersediaan air di Jakarta (1995) hanya 55m³ kapita/tahun, sangat jauh jika dibandingkan dengan Singapura (180m³ kapita/tahun), atau daerah lainnya di Indonesia seperti Yogyakarta (1.423m³ kapita/tahun), Sumatera Utara (10.592m³ kapita/tahun), dan Papua (543.481m³ kapita/tahun). Ini artinya ketersediaan air bersih di Jakarta berada di kategori “Sangat Kurang” dalam pembagian kategori ketersediaan air per kapita oleh World Resource Institute (1986) dan Meybeck (1990). Dalam pembagian kategori oleh dua pihak tadi, terdapat empat kategori, yaitu Tinggi (>10000m³/tahun), Menengah (5000-10000m³/tahun), Kurang (1000-5000m³/tahun), Sangat Kurang (<1000m³/tahun).

Sebenarnya sejak dulu kala, bahkan sebelum Belanda masuk ke Indonesia dan juga sebelum peradaban Islam bermunculan di Nusantara, banjir di Jakarta telah menjadi momok yang menjengkelkan. Pada abad 5 Masehi ketika Jakarta masih merupakan wilayah dari Kerajaan Tarumanegara, Raja Purnawarman yang saat itu telah berkuasa selama 22 tahun membangun bendungan untuk melindungi wilayah itu dari banjir. Catatan resmi Kerajaan Tarumanegara tentang banjir tersebut dan juga tentang bendungan yang dibangun sang raja tertulis dalam Prasasti Tugu, yang ditemukan pada tahun 1878 di daerah Koja, Jakarta Utara. Ketika Belanda berkuasa di Jakarta, yang saat itu masih bernama Batavia, banjir masih merupakan masalah rutin. Gubernur Jendral J.P Coen bahkan berencana untuk menjadikan Jakarta sebagai kota kanal layaknya Venesia, dengan tujuan untuk mengendalikan banjir dan juga sebagai mode pertahanan bagi VOC.

Prasasti Tugu di Museum Nasional
(koleksi foto koleksi foto Deleigeven Media))

Penyebab langsung mengapa ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan seringkali sangat rendah adalah ledakan jumlah penduduk kawasan perkotaan yang terus bertambah tiap tahunnya. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan pertambahan pemakaian air tanah untuk konsumsi dan keperluan industri. Selain itu, masalah lain pun muncul yaitu pertambahan pemukiman penduduk yang sering dibangun secara horizontal, dan banyaknya pemukiman yang dibangun secara liar di tepi-tepi sungai, waduk, dan berbagai daerah resapan semakin memperparah kelangkaan air tanah. Sumber daya air lainnya seperti sungai pun telah tercemari akibat ulah penduduk yang menjadikannya sebagai tempat pembuangan limbah industri secara konstan. Tata ruang kota yang mengabaikan ekosistem juga merupakan salah satu penyebab terhambatnya proses penyerapan.

Potret Salah Satu Pemukiman Padat Penduduk di bantaran kali, Jakarta
(copyrights: Antara)

Banyak pihak mulai memikirkan apakah solusi untuk menjaga ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan. Ada banyak sekali solusi yang bisa diterapkan, namun masing-masing solusi harus disesuaikan dengan keadaan kota masing. Namun, pertama-tama pemerintah tentunya harus membuat tolak ukur, yang terdiri dari Tolak Ukur Regional dan Tolak Ukur Lokal. Melalui Tolak Ukur Regional kita dapat mengetahui tentang frekuensi terjadinya banjir dan kelangkaan air, kegiatan-kegiatan industri yang menyerap air, persentasi hunian rumah sakit dan penyakit terkait air, nilai HDI (Human Development Index) terkait kualitas dan kuantitas ketersediaan air, dan juga dapat mendapat informasi yang penting untuk menerapkan regulasi terkait ketersediaan air tanah di Jakarta. Sedangkan, melalui tolak ukur lokal kita dapat mengetahui jumlah penduduk yang telah dijangkau oleh air bersih yang menggunakan air bersih perpipaan.

Setelah memperoleh data-data melalui kedua tolak ukur tadi, maka dapat diambil langkah-langkah yang tepat. Solusi-solusi jangka panjang yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan adalah pemanfaatan teknologi dan perbaikan infrastruktur pendukung ketersediaan air tanah. Penerapan-penerapan teknologi antara lain teknologi desalinasi air, dan penerapan teknologi yang mendukung proses recycling (daur ulang), recovery (memfungsikan tampungan-tampungan air), dan recharge (membuat sumur-sumur resapan). Penggunaan sumur bor dipemukiman juga sebaiknya dikurangi atau bahkan ditiadakan, dan digantikan dengan menggunaan air bersih perpipaan. Penggunaan sumur bor justru sangat berbahaya bagi ketersediaan air tanah dan bagi kesehatan penduduk di kawasan perkotaan karena sangat sulit untuk mengontrol penggunaannya dan juga tidak semua wilayah air tanah memiliki air tanah dengan kualitas yang baik. Masyarakat perkotaan juga dapat mendukung pelestarian air tanah dengan cara tidak membangun rumah secara horizontal. Cara yang lebih sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga tempat resapan air disekitar tempat tinggal dan tidak membuang sampah sembarangan. 

Kini telah ada pengembangan teknologi pengelolahan lumpur (decanter). Teknologi decanter merupakan inovasi dari sistem recycle yang pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara. Teknologi ini tentunya sangat bermanfaat dalam upaya pelestarian ketersediaan air tanah di Jakarta. Jika teknologi ini menjangkau sebagian besar penduduk Jakarta maka penggunaan air tanah akan semakin menurun. Teknologi decanter merupakan salah satu upaya paling inovatif dalam melestarikan air tanah Jakarta, dan sebagai upaya mewujudkan impian zero waste (bebas buangan limbah). 

Selain teknologi, regulasi dan perbaikan tata ruang serta infrastruktur pendukung ketersediaan air tanah dikawasan perkotaan juga merupakan solusi mutlak, termasuk peran penduduk kota dalam menaati semua peraturan. Keberhasilan program reuse (penggunaan tepat guna) dan reduce (penghematan) yang diterapkan secara konsisten oleh pemerintah Singapura dan didukung penuh oleh rakyatnya adalah contoh yang baik bagi masyarakat Indonesia.

Kita tentunya harus mengurangi penggunaan air tanah yang berlebihan. Andaikan penduduk dan bagi kesehatan penduduk berdisiplin menggunakan air tanah dan menjaga ekosistem, maka kelangkaan air tanah, dan bencana banjir secara perlahan dapat diatasi.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture: alwishahab.wordpress.com, ANTARA, Koleksi Foto Pribadi Penulis

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Krisis Air di Indonesia; I Nyoman N. Suradiputra, Dibjo Sartono, Muhammad Ilman; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Indonesian Inland Waters: An Anotation Empower The Management of Lakes; Pasi Lehmusloto; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Ilmu Lingkungan Sebagai Pendukung Pembangunan; M.Soerjani; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Air Tanah; Maria Christine Sutandi; Universitas Kristen Maranata; Bandung, Indonesia; 2012
-Karakteristik Ruang-waktu Sumber Uap Air di Atas Benua Maritim Indonesia Menggunakan Data Era Interim; Suyadhi; Jurnal Sains Dirgantara Vol.12 No.1; LAPAN; Jakarta, Indonesia; 2014
-Cuaca Antariksa Ekstrim: Dampaknya Pada Operasional dan Sinyal Satelit; Anwar Santoso; Media Dirgantara Vol.9 No.4; Jakarta, Indonesia; 2014.
-Pendugaan Laju Erosi Air Tanah Menggunakan Data Satelit Landsat TM/ETM+ Dan Spot; Bambang Trisakti, Jurnal Penginderaan Jauh Dan Pengolahaan Data Citra Digital; LAPAN; Jakarta, Indonesia; 2014.

Sumber Website:


Senin, 01 Mei 2017

Massoia, Atsiri Yang Istimewa



Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi informasi tentang Massoia, yang diambil dari sedikit pengetahuan saya saat di Papua. Saat itu saya sering berinteraksi dengan para pengumpul kulit kayu massoia. Sumber tulisan saya juga dari beberapa tulisan pihak lain yang pernah membahas tentang Massoia.



Apa Itu Massoia?

Massoia adalah sejenis pohon yang masih sekerabat dengan Kayu Manis. Di Papua dikenal sebagai aikor atau aikori. Habitus berupa pohon, tinggi sekitar 25 m. Batang besar dengan diameter ± 30 cm, tebal kulit kayu dapat mencapai 0,5 cm serta menebarkan aroma wangi. Aroma wangi berasal dari kandungan minyak atsiri yang dikenal sebagai Massoia Lactone. Bentuk daun bundar telur yang meruncing ke arah ujung daun. Duduk daun melingkar atau berlawanan. Perbungaan mempunyai tangkai panjang ± 10 cm, muncul dekat pangkal daun. Buah buni, berbiji satu. Kayunya dipakai sebagai bahan bangunan, kulit kayunya dijadikan campuran untuk pewarna merah dan campuran wewangian.

Tanaman yang juga memiliki sinonim Cryptocarya Massoy (Oken) Kosterm ini merupakan anggota famili Lauraceae. Di Indonesia tanaman Massoia ditemui di dataran rendah di di Papua pada 400-1000 mdpl. Tanaman ini tumbuh diwilayah tengah, timur, dan selatan Papua dengan pengecualian pulau-pulau di Teluk Cendrawasih. Sedangkan negara selain Indonesia yang juga memiliki populasi tanaman massoia adalah Papua New Guinea.

Keunikan dari pohon ini adalah pohon ini tidak dapat hidup dalam waktu yang lama dan pohon ini tidak dapat tumbuh saling berdekatan karena pohon ini menghasilkan hawa panas sehingga dapat membunuh tanaman lain (yang menghasilkan hawa panas) yang berada didekatnya termasuk sesama pohon massoia, dan pohon massoia itu sendiri.

Populasi pohon massoia saat ini semakin sulit ditemukan didataran rendah dan hampir keseluruhan dari populasi pohon ini hanya bisa ditemukan didataran tinggi, dengan kata lain pohon ini sudah semakin langka. Pohon massoia telah dikategorikan sebagai tanaman langka dan merupakan flora yang dilindungi di Indonesia.

Populasi Massoia di Papua dapat dijumpai di wilayah kabupaten Nabire, Kaimana, Fak-fak, Merauke, Jayapura, Sarmi, dengan pupulasi terbanyak di wilayah Kabupaten Nabire. Habitat pohon Massoia tidak dapat dijumpai di pulau-pulau disekitar pulau besar Papua. Menurut informasi dari para pekerja Massoia, tidak ada populasi pohon Massoia di wilayah Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari, itu artinya tidak ada populasi pohon Massoia didaerah Kepala Burung (julukan untuk wilayah barat laut Pulau Papua, dikarenakan bentuk Pulau Papua yang menyerupai burung). 

Adapun kualitas kulit kayu Massoia yang terbaik berasal dari wilayah Kabupaten Nabire, terutama yang berasal dari daerah Wanggar, Muri, dan Kwatisore. 

Baik atau buruknya kualitas dan kuantitas minyak kulit kayu Massoia dapat dilihat dari ketebalan kulit kayu dan juga warnanya. semakin tipis kulit kayu tersebut maka semakin bagus kuantitas minyaknya, dan jika kulit kayu Massoia berwarna cerah kecokelatan maka kualitasnya semakin bagus. 





Manfaat Massoia

Minyak atsiri massoia lactone pertama kali diperkenalkan oleh Belanda saat masa kolonial. Tanaman massoia memiliki aroma yang khas yang berasal dari minyak atsiri yang dikenal sebagai massoia lactone. Bagian dari tanaman ini dengan kandungan massoia lactone terbanyak adalah bagian kulit kayu dan dari kulit kayu inilah yang setelah disuling kemudian menghasilkan minyak massoia. Secara tradisional minyak massoia digunakan untuk mengobati keputihan, kejang perut, nyeri pada tulang, penurun panas, sebagai jamu, dll.






INDUSTRI ATSIRI MASSOIA

Seiring berjalan waktu, minyak massoia pun menjadi salah satu komoditas ekspor. Hal ini disebabkan permintaan pasar Eropa dan Amerika Utara yang sangat tinggi.

Volume perdagangan minyak atsiri dunia diperkirakan bernilai sekitar USD.4 milliar pada tahun 2007. Indonesia adalah salah satu pengekspor utama minyak atsiri dunia dengan nilai ekspor minyak atsiri dan turunannya lebih dari USD.120 juta pada tahun 2007. Pemasaran minyak atsiri tidak bisa terlepas dari penggunaannya. Industri pengguna utama minyak atsiri adalah industri flavor & fragrance, industri kimia aromatik, industri farmasi, industri kosmetik (termasuk spa) dan toiletries (termasuk detergent), industri pengendalian serangga/hama serta industri makanan & minuman. Hampir semua jenis minyak atsiri digunakan untuk industri flavor & fragrance. Oleh karena itu, sektor ini adalah pasar utama minyak atsiri. Pemain utama industri ini adalah perusahaan multinasional dan sebagian besar juga sudah beroperasi di Indonesia.

Perkiraan penjualan mereka pada 2007 mencapai USD.19.8 milyar dan 69% dikuasai 10 perusahaan besar seperti terlihat pada diagram di bawah.

Beberapa minyak atsiri memiliki gugus kimia aromatik yang bisa diisolasi dan direaksikan untuk mendapatkan gugus kimia aromatik lain. Industri ini membutuhkan minyak atsiri berharga ekonomis karena produk kimia aromatik turunannya masih memerlukan beberapa tahap proses isolasi maupun reaksi lagi. Industri farmasi dengan riset dan pengembangan yang dinamis menyediakan peluang terhadap pemakaian minyak atsiri maupun kimia aromatik turunan minyak atsiri. Industri lain yang prospektif adalah industri spa, kosmetik, makanan-minuman dan pengendalian serangga/hama.

Di antara sekitar 300 jenis minyak atsiri, terdapat puluhan jenis minyak atsiri yang sudah, sedang dan berpotensi dikembangkan di Indonesia. Minyak massoia adalah salah satunya. Minyak massoi yang diproduksi di Indonesia memiliki output lebih dari 5 ton per tahun. Sebagian besar hasil produksi minyak massoia diekspor dengan tujuan utama kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara. Hingga saat ini hampir semua produsen minyak massoia di Indonesia masih mengekspor minyak atsiri secara utuh tanpa melakukan proses re-steam (penyulingan kembali) untuk melakukan pemisahaan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam minyak massoia sehingga pada negara-negara importir akan melakukan re-steam untuk memisahkan dan mengelompokkan senyawa-senyawa kimia tersebut sebelum disalurkan kepada konsumen.



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Informasi pelestarian pohon massoia di Papua:


Artikel lainnya tentang massoia:


Daftar Pustaka:
Heinrich Melcher dan Dr. Ir. M. Ahkam Subroto; Essential Oil
Arianto Mulyadi; Proceeding Dewan Atsiri Indonesia


Daftar Website:
wikipedia
THEADIOKECENTER