Saat ini populasi pohon Massoia boleh dibilang hanya terdapat di Pulau Papua, yaitu pulau besar yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia dan negara Papua New Guinea. Pohon ini pertama kali dikenal pada jaman colonial. Pohon massoia jika disuling menghasilkan minyak yang disebut minyak massoia.
Minyak massoia ini digunakan dalam obat-obatan tradisional, parfum, dan makanan. Karena memiliki nilai yang tinggi, banyak pihak berlomba-lomba mendapatkannya namun hal fatal yang dilakukan adalah sebagian besar dari mereka lupa untuk melestarikannya. Hal ini membuat pohon massoia ini semakin langka sehingga harganya semakin meroket.
Namun rupanya masih ada orang-orang yang berniat melestarikan pohon ini.
Pelestarian pohon ini penulis saksikan di kota Nabire, Papua. Sebuah perusahaan lokal yang memang berbisnis kulit kayu massoia dan Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya telah berupaya melestarikan pohon ini. Perusahaan ini, sebut saja PT.R telah berbisnis kulit massoia sejak akhir tahun 2010, namun mereka baru mengupayakan pelestarian pohon massoia pada tahun 2012.
PT.R adalah satu-satunya perusahaan di kota Nabire, Papua yang mengangkut massoia dari hutan produksi dengan menggunakan helikopter. Kulit-kulit kayu massoia ini kemudian dikemas dan dikirim ke Pulau Jawa dengan menggunakan kapal. Perusahaan ini mampu menyuplai 13-15 ton perbulannya.
Saat ditanya mengapa tertarik untuk melestarikan pohon ini, pemilik perusahaan yang lebih sering dipanggil Pak Boy menjawab bahwa alasan awalnya adalah demi kepentingan bisnis karena jika diangkut dari hutan dengan menggunakan helicopter membutuhkan biaya yang sangat besar. Mereka membuat persemaian bibit-bibit massoia. Semua bibit berasal dari tunas-tunas pohon massoia dari hutan karena mereka pernah mencoba berulang kali menanam biji massoia namun tidak dapat tumbuh oleh karena ini mereka mencoba menyemaikan tunas-tunas massoia dan ternyata berhasil.
Melihat persemaian pohon massoia yang mereka lakukan sukses, mereka pun berpikir mengapa mereka tidak mencoba menanam kembali pohon ini dihutan, dengan demikian populasi pohon massoia dihutan pun bisa diselamatkan dan tidak berkurang. Akhirnya Pak Boy memberikan instruksi pada para pekerjanya untuk mencabut dan menanam kembali tunas-tunas pohon massoia sebelum pohon itu ditebang. Tunas-tunas itu tidak boleh dibiarkan tumbuh ditempat semula karena mereka membutuhkan jarak untuk tumbuh. Jika pohon massoia memiliki sepuluh tunas maka yang berhasil tumbuh dan menjadi pohon hanya sekitar 2-3 tunas saja, hal ini dikarenakan pohon massoia menghasilkan hawa panas yang melebihi pohon-pohon lainnya sehingga jika mereka tumbuh berdekatan maka tunas-tunas ini akan mati.
Mereka telah menyemaikan lebih dari 20.000 tunas pohon massoia. Kelak enam atau tujuh tahun yang akan datang mereka akan mulai memanen pohon massoia yang telah mereka tanam, baik pohon yang dilahan pribadi maupun pohon yang mereka tanam dihutan. Jika mereka berhasil memperoleh lahan yang lebih besar maka mereka akan menanam dan memanen pohon-pohon massoia hanya dilahan pribadi dan berangangsur-angsur mengurangi dan menghentikan pengumpulan kulit massoia dari hutan.
Apakah ada perusahaan lain yang melakukan hal yang sama?
“Saya belum tahu jika ada perusahaan yang melestarikan pohon ini, tapi kalau secara individu saya rasa ada orang lain yang juga menanam.” Kata Pak Boy.
Mengapa harus menebang pohon? Mengapa tidak menguliti kulit pohon itu separuhnya saja agar pohon itu tidak mati?
Dua pertanyaan itulah yang selalu ditanyakan.
“Susah, medannya berat.” Demikian kata Pak Boy.
“Kami pernah mencoba, namun saat kami kembali pohonnya mati juga. Pekerja kami juga terjatuh saat mencobanya. Bahaya sekali. Kalau nanti pohon-pohon yang kami semai-kan sudah tumbuh besar maka kami akan mencoba metode itu, karena lahan kami relatif flat, beda dengan di-hutan.” Katanya lagi.
Bagaimana proses pelestariannya?
Hal yang paling mudah dilakukan adalah penyebaran tunas-tunas untuk ditanam kembali di sekitar lokasi operasi, karena kegiatan penanaman kembali itu dilakukan didekat lokasi produksi, dan yang paling penting dari semua itu adalah populasi pohon massoia di hutan asal menjadi semakin banyak.
Lalu bagaimana jika ingin melestarikan pohon massoia ditempat lain yang bukan merupakan lokasi populasi asal?
Hal yang pertama dilakukan adalah pengambilan tunas-tunas. Sambil mengambil atau memindahkan tunas-tunas untuk dibawa ke kota, harus ada tunas-tunas yang ditanam kembali di lokasi populasi asal agar populasi pohon massoia di lokasi asalnya tetap lestari dan bahkan bertambah. Selain mengambil tunas-tunas dan biji-biji, hal yang paling penting yang juga harus ikut diambil adalah tanah dari lokasi asal tunas-tunas tersebut karena tunas-tunas tersebut masih membutuhkan adaptasi dengan lingkungan barunya nanti.
Tahap kedua adalah proses persemaian. Tunas-tunas yang ada harus segera disemaikan dengan menggunakan pollybag. Adapun tanah yang digunakan adalah tanah dari lokasi asal tunas. Mereka pernah mencoba langsung menanam dengan menggunakan tanah yang lain namun tunas-tunas itu langsung mati. Untuk menghemat biaya, mereka mencampur tanah dari lokasi asal dengan tanah yang lain, dan percobaan yang mereka lakukan mendapat hasil yang positif. Hal yang sama juga berlaku untuk proses persemaian biji. Tanaman harus memiliki jarak yang ideal (sekitar 15-20 cm) dan tidak boleh terkena matahari secara langsung sehingga penggunaan paranet sangatlah penting. Posisi rumah paranet sebaiknya sejajar dengan arah matahari terbit, agar cahaya matahari dapat menyinari seluruh rumah paranet atau tempat persemaian dengan merata. Tinggi tanaman di rumah persemaian maksimal 150 cm, jika sudah terlalu tinggi maka jarak 15-20 cm sudah tidak lagi menjadi jarak yang ideal karena tunas-tunas itu sudah semakin berhimpitan satu dengan yang lain, dan sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya bahwa pohon massoia tidak boleh berdekatan satu dengan yang lain karena dapat membuat pohon-pohon itu mati.
Setelah sudah cukup kuat barulah tunas dapat dipindah ke lahan lain. Proses penanaman di lahan juga harus tetap memperhatikan jarak ideal antar pohon dan juga arah matahari terbit agar pohon-pohon memiliki cahaya matahari yang cukup.
Apakah tinggi atau rendah-nya dataran dapat mempengaruhi kesuburannya?
Tentu saja jawabannya “Ya”, namun pohon massoia akan tetap tumbuh, mengapa? Karena pada jaman dulu, sebelum pohon ini menjadi pohon yang langka, pohon ini juga tumbuh di dataran rendah. Namun karena adanya penebangan secara konstan dan minimnya usaha pelestariannya membuat populasi pohon ini semakin menjauh dari dataran rendah hingga akhirnya populasi pohon massoia hanya ada di dataran tinggi, dimana populasi pohon-pohon ini lebih aman karena area yang bergunung-gunung membuat pohon ini sangat sulit untuk dijangkau.
Apa kendala utama dalam proses pelestarian ini lainnya?
Rupanya waktu pengambilan dan juga lokasi tempat pengumpulan kulit kayu massoia yang menjadi kendala utama.
Pengambilan tunas-tunas massoia di hutan harus disesuaikan dengan waktu pemuatan hasil produksi dari hutan. Durasi operasi dihutan biasanya 1,5 bulan, namun faktor cuaca dapat membuat durasi itu jauh lebih lama, pernah hingga 2 bulan bahkan 3 bulan. Jika tunas-tunas itu segera dicabut dan dibawa ke base camp maka tunas-tunas akan segera mati karena terlalu lama tidak ditanam. Sedangkan jika tidak segera dicabut dan dipindahkan ke base camp maka para pekerjalah yang akan mendapat kesulitan tambahan, karena mereka harus kembali lagi ke lokasi dimana pohon massoia itu berada, yang jauhnya bisa lebih dari 7 km. Begitu juga dengan pengambilan bibit yang berupa biji, kesulitan yang dihadapi sama dengan proses pengambilan tunas, namun pengambilan biji memiliki kesulitan ekstra yaitu waktu berbuahnya pohon, dimana pohon belum tentu berbuah saat para pekerja tiba lokasi. Hal yang juga menjadi masalah adalah volume tunas dan bibit tersebut akan menambah beban berat di helikopter pada saat proses pengangkutan, berat semakin bertambah karena pada saat mengangkut tunas dan biji tersebut mereka juga harus membawa tanah dari lokasi populasi asal, karena tunas-tunas dan biji itu harus tetap menggunakan tanah dari lokasi asalnya agar tetap hidup pada saat proses persemaian. Hal-hal inilah yang menyebabkan pengambilan tunas dan bibit tidak dapat dilakukan dalam jumlah yang besar pada setiap trip pemuatan.
Adakah kendala lainnya?
Ketika ditanya akan hal ini, maka jawaban yang diberikan cukup mengejutkan. Kendala lainnya justru dari masyarakat adat sendiri. Untuk membawa tunas-tunas pohon massoia, perusahaan harus membayar biaya adat yang berbeda dari biaya adat untuk mengumpulkan kulit kayu massoia. Sebenarnya kepala suku pemilik lokasi sangat membantu usaha pelestarian ini, namun beberapa pemilik lokasi adat memiliki sikap yang berbeda. Mereka bersedia mengijinkan asal ada uang adatnya, hal ini menyebabkan pihak perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan. Jangankan untuk mengambil tunas-tunas tersebut, untuk survey lokasi saja harus membayar biaya adat. Permasalahannya adalah biaya adat tidak tertulis dalam peraturan tulisan, semuanya hanya diutarakan secara lisan, sehingga permintaan jumlah biaya adat diminta sesuka hati para pemilik lokasi. Sang kepala suku adalah orang yang menjembatani pihak perusahaan dan para pemilik lokasi. Pelestarian pohon inipun dilakukan oleh pihak perusahaan tanpa adanya bantuan dari masyarakat adat, namun saat pohon-pohon ini sudah siap panen maka pihak perusahaan tetap harus membayar uang adat kulit kayu massoia per-kilogram dari pohon-pohon yang mereka tanam sendiri.
Apakah ada usaha atau tindakan dari pemerintah daerah setempat untuk melestarikan pohon ini?
“Sejauh ini belum ada tindakan aktif.” Kata Pak Boy. “Pelestarian pohon ini adalah inisiatif pribadi dari masyarakat”. Pemerintah daerah setempat bahkan tidak secara aktif memberikan penyuluhan tentang pentingnya melestarikan pohon ini, banyak masyarakat kota Nabire yang tidak mengetahui tentang pohon ini karena mereka berpikir kulit kayu massoia ini adalah kayu manis, padahal kulit kayu massoia dari wilayah Nabire memiliki kadar lactone tertinggi yang rata-rata mencapai 80%, bandingkan dengan kadar lactone kulit kayu massoia dari wilayah Jayapura yang rata-ratanya hanya 67%, atau dari wilayah Kaimana yang rata-ratanya hanya 70%.
Usia ideal panen pohon massoia sama seperti pohon kelapa, yaitu 7-8 tahun. Jika melihat usia ideal panen pohon massoia yang masa tumbuhnya relatif singkat (bandingkan dengan pohon-pohon lain yang membutuhkan waktu mulai dari 80 tahun hingga lebih dari 100 tahununtuk di panen) maka sebenarnya baik secara ekonomis dan proses segenerasi pohon, sebenarnya tidak ada alasan bagi pelaku usaha, pemerintah, masyarakat luas dan khususnya masyarakat adat untuk tidak menanam kembali dan melestarikan pohon ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA
SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.
DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!
CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.
JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Notes (Catatan):
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture: RANSUN GROUP
Copyrights Picture: RANSUN GROUP
Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media
Sumber Utama Penyusunan Data:
Observasi Langsung
Wawancara
Wawancara
Daftar Pustaka:
Heinrich Melcher dan Dr. Ir. M. Ahkam Subroto; Essential Oil
Arianto Mulyadi; Proceeding Dewan Atsiri Indonesia
Daftar Website:
wikipedia
RANSUN GROUP
Arianto Mulyadi; Proceeding Dewan Atsiri Indonesia
Daftar Website:
wikipedia
RANSUN GROUP
THEADIOKECENTER
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------