Jika anda merupakan penggemar cerita-cerita mitos klasik Yunani, atau minimal pernah mendengar mengenai mitos-mitos Yunani, maka anda pasti familiar dengan unicorn, kuda bertanduk dalam mitologi Yunani. Ada beberapa hewan dalam mitologi Yunani yang mitosnya telah dapat dijelaskan melalui penjelasan yang ilmiah, demikian pula dengan unicorn. Para ahli berusaha mengetahui asal-muasal mitos kuda bertanduk yang dikenal sebagai hewan yang sangat kuat itu. Jawaban-pun ditemukan, rupanya kuda bertanduk itu adalah hewan bercula yang kita kenal dengan nama badak.
Badak adalah hewan yang hanya ada di Asia, oleh karena itu hewan ini sangat asing bagi orang Eropa. Mungkin pada jaman dahulu, ada orang yang membawa cerita tentang badak ke Eropa, lalu orang-orang Eropa yang tidak pernah melihat hewan ini mendeskripsikan wujud badak dengan hewan yang lebih mereka kenal, yaitu kuda. Dari sinilah, mitos kuda bertanduk yang sangat kuat itu dimulai. Sulit bagi orang Eropa untuk membayangkan wujud asli dari badak yang memiliki cula dihidungnya dan juga memiliki kulit yang sangat tebal dan kuat, oleh karena itu mereka menggambarkan sang 'unicorn' sebagai kuda bertanduk yang sering digambarkan menggunakan baju zirah.
Saat orang Eropa menemukan badak, maka hewan ini lalu dinamakan 'rhinoceros', yang diambil dari bahasa Yunani, yaitu rhino (hidung) dan keras (cula atau tanduk).
Badak adalah hewan yang hanya ada di Asia, oleh karena itu hewan ini sangat asing bagi orang Eropa. Mungkin pada jaman dahulu, ada orang yang membawa cerita tentang badak ke Eropa, lalu orang-orang Eropa yang tidak pernah melihat hewan ini mendeskripsikan wujud badak dengan hewan yang lebih mereka kenal, yaitu kuda. Dari sinilah, mitos kuda bertanduk yang sangat kuat itu dimulai. Sulit bagi orang Eropa untuk membayangkan wujud asli dari badak yang memiliki cula dihidungnya dan juga memiliki kulit yang sangat tebal dan kuat, oleh karena itu mereka menggambarkan sang 'unicorn' sebagai kuda bertanduk yang sering digambarkan menggunakan baju zirah.
Saat orang Eropa menemukan badak, maka hewan ini lalu dinamakan 'rhinoceros', yang diambil dari bahasa Yunani, yaitu rhino (hidung) dan keras (cula atau tanduk).
Badak adalah salah satu hewan yang langka didunia baik menurut populasinya maupun spesiesnya. Indonesia harus berbangga karena Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi habitat dari hewan langka ini. Indonesia merupakan rumah bagi dua dari lima spesies badak, yaitu badak Jawa dan badak Sumatera. Tiga jenis badak lainnya adalah Badak Putih (Ceratotherium), Badak Hitam (Diceros), dan Badak India.
Badak Sumatera
(copyrights: Balai Besar TN.Bukit Barisan Selatan-YABI-WCS-WWF)
(copyrights: Balai Besar TN.Bukit Barisan Selatan-YABI-WCS-WWF)
Badak Sumatera (Dicerorhinus) adalah spesies yang memiliki ukuran tubuh paling kecil diantara lima spesies badak yang lain didunia. Badak yang memiliki kulit yang tipis dan memiliki ciri khas berambut ini juga merupakan spesies badak yang memiliki kemampuan reproduksi yang sangat lambat. Dulunya, badak Sumatera hidup di hampir seluruh pulau Sumatera dan Malaysia. Badak Sumatra boleh dibilang sebagai badak yang baling unik karena memiliki dua cula, sedangkan badak-badak yang lain hanya memiliki satu cula. Spesies badak Sumatra juga tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan spesies badak Jawa, badak India, dan badak Afrika (Badak Putih dan Badak Hitam).
Sebaran Badak Sumatera di masa-lalu
(copyrights: Adhi Rachmat Hariyadi)
(copyrights: Adhi Rachmat Hariyadi)
Badak Jawa merupakan spesies badak paling langka di dunia diantara lima spesies badak yang lain, dan kini hanya dapat dijumpai di Indonesia, padahal dulunya badak Jawa juga hidup di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand. Badak Jawa masih berkerabat dengan badak India. Badak Jawa dulunya hidup di gunung-gunung di Jawa Barat yang berada di ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Namun, populasi badak di Indonesia terus menyusut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 hingga 30 ekor badak saja tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon. Populasi badak di Taman Nasional Ujung Kulon sempat meningkat hingga dua kali lipat pada 1967 hingga 1978 berkat upaya perlindungan terhadapa badak yang dilakukan dengan intensif dan didukung oleh WWF Indonesia. Pada akhir tahun 1970-an, populasi Badak Jawa menjadi stabil dengan pertumbuhan populasi maksimum 1% per tahun.
Peta Populasi Badak Sumatera yang Semakin Dekat Dengan Jalan Raya
(copyrights: TN.Bukit Barisan Selatan-YABI-WCS-WWF)
(copyrights: TN.Bukit Barisan Selatan-YABI-WCS-WWF)
Walau sempat mengalami peningkatan populasi, ancaman bagi populasi badak tetap ada. Populasi hewan ini terus menyusut dengan berbagai penyebab, seperti bencana alam, persaingan dengan hewan lain, dan juga karena penyakit. Pertambahan pemukiman liar yang diikuti oleh pembukaan lahan pertanian liar, dan juga perambahan liar pada masa lalu tetap menjadi ancaman eksistensi badak hingga masa kini. Masalah baru juga muncul akibat perburuan liar. Perburuan liar demi mendapatkan cula badak yang dulunya merupakan ancaman konstan bagi keberadaan badak, kini menyisakan masalah baru bagi keberadaan badak, yaitu berkurangnya populasi badak secara drastis, yang menyebabkan berkurangnya keragaman genetis, sehingga memperlemah daya tahan tubuh badak dalam menghadapi wabah penyakit atau bencana alam.
(copyrights: Dirjen PHPA, Kementerian Kehutanan RI)
Kini, badak di Indonesia dapat menikmati perlindungan intensif berkat kerja keras dari banyak pihak termasuk WWF Indonesia. Badak Jawa mendapat perlindungan di Taman Nasional Ujung Kulon sedangkan badak Sumatera mendapat perlindungan di Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Namun, ancaman lain yang merupakan ancaman konstan masih terus mengganggu eksistensi badak, yaitu meningkatnya pertumbuhan populasi manusia yang mengakibatkan pembukaan hutan untuk pertanian dan penebangan kayu dengan alasan ekonomi yang bermunculan di sekitar dan di dalam kawasan lindung tempat habitat badak semakin mengurangi wilayah habitat yang layak bagi badak. Sayangnya juga, populasi badak di Taman Nasional Ujung Kulon masih terkonsentrasi di Semenanjung Ujung Kulon, artinya tidak semua wilayah di Taman Nasional Ujung Kulon dapat menjadi habitat bagi badak, dan hal ini membatasi wilayah gerak dari badak di Taman Nasional Ujung Kulon. Oleh karena itu, tentunya wilayah habitat badak harus diperluas. Hal yang sama juga berlaku dengan konsentrasi populasi badak di Taman Nasional Gunung Leuser, yaitu berada di kawasan ekosistem Leuser, yaitu dibagian utara Taman Nasional Gunung Leuser. Untunglah penyebaran populasi badak di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan menyebar dengan cukup merata.
Penyeabaran Badak di TN.Gunung Leuser
(copyrights: BPKEL-WWF)
Penyeabaran Badak di TN.Bukit Barisan Selatan
(copyrights: Balai Besar TN.Bukit Barisan Selatan-YABI-WCS-WWF)
Pembuatan konservasi jangka panjang merupakan salah satu solusi untuk mengembangkan populasi badak dan mempertahankan eksistensi badak dari ancaman kepunahan. Area konservasi jangka panjang yang baru ini disebut “rumah kedua” (second habitat). Untuk merancang rumah kedua bagi badak, tentunya kita harus tahu mengenai kondisi wilayah habitat yang disukai oleh badak.
Pertama yang harus diperhatikan dalam pembuatan second habitat bagi badak adalah kemiringan lereng. Menurut riset yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor, badak lebih suka berada dilereng yang relatif datar, karena lereng yang relatif datar membuat badak merasa nyaman dan aman.
Hasil Penelitian Hubungan Keberadaan Badak Dengan Kelerangan Tempat
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
Selain kemiringan lereng, syarat kedua second habitat bagi badak adalah berada didekat sumber air, baik sumber air alami atau sumber air buatan. Badak juga sangat menyukai daerah yang dekat dengan rumpang, sehingga keberadaan rumpang merupakan salah satu syarat untuk membuat second habitat bagi badak. Rumpang adalah areal yang berada ditengah atau dipinggir hutan yang relatif terbuka, yang berfungsi untuk menyediakan pakan bagi badak. Rumpang bisa terbentuk secara alami maupun buatan. Rumpang yang alami biasanya disebabkan oleh adanya pohon-pohon yang tumbang atau akibat terjadinya kebakaran, sedangkan rumpang buatan dibentuk dengan cara mengurangi pohon-pohon disekitarnya. Jarak rumpang yang paling ideal bagi badak adalah 0-1.000 meter.
Hasil Penelitian Hubungan Keberadaan Badak Dengan Jarak Rumpang
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
Syarat yang ketiga adalah kubangan. Keberadaan kubangan atau kolam-kolam sangat penting bagi badak karena berfungsi untuk menyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan, juga untuk mandi dan minum, serta kubangan sebagai tempat membuang kotoran. Perlu diketahui, meskipun ada baiknya jarak kubangan dengan sumber air itu dekat, namun sumber air tidak boleh dijadikan sebagai kubangan buatan.
Hasil Penelitian Hubungan Keberadaan Badak Dengan Jarak Dari Kubangan
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
Selain empat faktor tadi, pantai merupakan faktor penting bagi habitat badak. Badak pasti akan mendatangi pantai atau sumber air payau untuk memenuhi kebutuhan akan garam mineral. Kebutuhan akan garam mineral ini yang membantu badak untuk memperkuat daya tahan tubuh badak, yang penting dalam menghadapi wabah penyakit.
Hasil Penelitian Hubungan Keberadaan Badak Dengan Jarak dari Pantai
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
(copyrights: Institut Pertanian Bogor)
Kesesuaian habitat sangat penting bagi pengelolaan populasi dan habitat badak, terutama untuk translokasi badak agar sang unicorn nyaman dengan ‘rumah’ barunya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka:
-Manfaat Konservasi Badak Sumatera; Adhi Rachmat Hariyadi; ;Jakarta; 2012
-Pemodelan Kesesuaian Habitat Badak Jawa; U.Mamat Rahmat, Yanto Santosa, Lilik Budi Prasetyo, Agus Priyono Kartono; Jurnal Manajemen Hutan Tropika; Institut Pertanian Bogor; Bogor; 2011
Sumber Website:
id.wikipedia.org/Badak_jawa
animalcorner.co.uk/rhinoceros-history
Sumber Gambar:
-WWF
-Adhi Rachmat Hariyadi
-Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
-Institut Pertanian Bogor (Hasil riset Pemodelan Kesesuaian Habitat Badak Jawa-Jurnal Manajemen Hutan Tropika)
-Dirjen PHPA, Kementerian Kehutanan RI
Sumber Website:
id.wikipedia.org/Badak_jawa
animalcorner.co.uk/rhinoceros-history
Sumber Gambar:
-WWF
-Adhi Rachmat Hariyadi
-Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
-Institut Pertanian Bogor (Hasil riset Pemodelan Kesesuaian Habitat Badak Jawa-Jurnal Manajemen Hutan Tropika)
-Dirjen PHPA, Kementerian Kehutanan RI










Tidak ada komentar:
Posting Komentar
NB:
-Kami mengharapkan anda dapat memberikan komentar sebagai apresiasi, pertanyaan, kritik, ataupun masukan bagi artikel ini.
-Anda DAPAT memberikan komentar dengan akun TANPA NAMA (Annonymous).
-Mohon untuk memberikan informasi dan komentar tanpa mengandung pelecehan pada Suku, Agama, Ras, dan golongan tertentu dan juga pornografi.
-Kami menerima setiap kritik dan masukan dari para pembaca melalui kolom komentar, namun setiap komentar yang melecehkan pihak lain, baik yang mengandung pelecehan berbau SARA, maupun komentar yang mencerminkan FANDOM WAR akan kami HAPUS.
-Silahkan membaca, mengambil, dan menggunakan artikel ini dalam tulisan-tulisan anda namun mohon agar mencantumkan kredit lengkap tulisan ini dalam daftar sumber anda (dan alangkah baiknya jika anda tidak menyadur/meng-copy 100% isi tulisan ini. Kembangkanlah kreativitas dalam penulisan anda).
-Jika anda memiliki informasi tambahan yang berhubungan dengan artikel ini, kami sangat senang jika anda membagikannya pada pembaca yang lain melalui website ini.
-Kami sangat senang jika anda juga turut membagikan artikel ini pada orang lain.
-Silahkan mempromosikan website dan artikel-artikel online anda pada kolom komentar di website ini, namun kami akan MENGHAPUS setiap komentar dan iklan yang mengandung unsur PORNOGRAFI dan juga PERJUDIAN.