Kali Ciliwung Pada Tahun 1870 difoto oleh Woodbrog & Page
(copyrights: alwishahab.wordpress.com)
Air merupakan sumber kehidupan dibumi. Hampir semua peradaban besar dimasa lampau berada didekat sumber air, seperti peradaban Sungai Nil, peradaban Sungai Yang Tze, dan peradaban lembah Sungai Indus. Selain itu, dibangun juga peradaban ditepi laut, yang dikenal sebagai negeri-negeri pelabuhan. Beberapa kota kerajaan bahkan menggunakan air sebagai pertahanan utama mereka, seperti kota Venesia yang menggunakan kanal-kanal air, atau kota Tirus kuno yang menggunakan lautan sebagai lapisan terluar pertahanan mereka. Demikian juga peradaban yang dibangun dikota-kota tepi laut di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, dan lain-lain.
Jalan Hayam Wuruk pada tahun 1948
(copyrights: viva.co.id)
Selain sebagai pusat berbagai peradaban-peradaban besar dimasa lampau, air juga memiliki keistimewaan lainnya yaitu merupakan salah satu sumber daya yang tidak mengenal batas dan tidak dapat dibatasi oleh batas geografi, batas negara, dan batas adiministrasi (P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani). Sedemikian pentingnya air bagi kehidupan membuat banyak pihak berlomba-lomba memperoleh air bahkan dengan proses yang sangat mahal nilainya, seperti yang dilakukan oleh Singapura, Arab Saudi, Israel, dan Tunisia.
Manusia memang menyadari bahwa air sangat penting bagi kehidupan tetapi rupanya manusia tidak serta-merta menghargai air dan mengelolanya dengan baik. Akibatnya, ada banyak tempat yang tidak memiliki ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, termasuk di negara kepulauan Indonesia. Sumber daya air dunia ini bagi kebutuhan manusia terdiri dari air sungai, air hujan, dan air tanah. Dari ketiga sumber daya air ini, air tanah merupakan sumber daya air yang paling tinggi tingkat eksploitasinya oleh manusia. Air tanah adalah air yang berada dibawah lapisan tanah yang berasal dari resapan air hujan. Air tanah terdiri dari Air Tanah Dangkal, yaitu air tanah yang berada dibawah permukaan tanah dan diatas lapisan bebatuan dibawah tanah, dan Air Tanah Dalam, yaitu air tanah yang berada dibawah lapisan Air Tanah Dangkal dan dibawah lapisan bebatuan dibawah tanah. Air tanah, yang berasal dari resapan air hujan, merupakan sumber daya air yang paling sering dieksploitasi oleh manusia.
Banyak orang masih menganggap bahwa air tanah adalah sumber daya alam terbarukan yang dapat ditemukan dimanapun dan kapanpun, dengan jumlah yang melimpah dan diperoleh dengan gratis. Bahkan, banyak orang Indonesia yang beranggapan asalkan berada didekat laut maka siklus hidrologi akan membuat wilayah Indonesia tidak akan kekurangan air tanah.
Memang pendapat ini tidak sepenuhnya salah. Siklus hidrologi adalah sebuah proses yang dinilai ‘abadi’ yang secara rutin menyediakan air dalam jumlah besar. Penjelasan singkatnya adalah uap-uap air terutama yang berasal dari air laut dan samudra akan menguap lalu kemudian berubah kembali menjadi air dalam bentuk air hujan dan jatuh kembali ke wilayah yang sama (laut atau samudra) atau wilayah sekitarnya (daratan). Uap air yang diubah kembali menjadi hujan inilah yang disebut hujan daur ulang (recycling rain). Jika penguapan dibawah angin keluar dari wilayah tersebut (laut atau samudra) menuju ke wilayah lain (misalnya daratan disekitarnya), yang disebut proses adveksi, maka penguapan itu akan menjadi sumber uap air bagi air hujan yang akan turun di wilayah baru tersebut. Siklus ini tentunya sangat menguntungkan bagi negeri-negeri kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, terutama yang terletak didaerah tropis seperti Indonesia. Terlebih lagi, kenyataan bahwa total air hujan yang jatuh ke daratan jauh lebih besar dari pada total air yang menguap dari daratan. Berkat ekosistem alam yang telah dirancang sedemikian rupa oleh Tuhan, sebagian air di musim hujan itu diatur untuk dapat tersimpan di dalam tanah, dan menjadi air tanah yang merupakan salah satu persediaan air yang utama bagi musim kemarau.
Namun, proses hidrologi yang berlebihan akibat pemanasan global akan mengakibatkan perubahan distribusi hujan yang menjadi penyebab kekeringan dan banjir di wilayah disekitarnya. Perubahan distribusi hujan tentunya mempengaruhi kuantitas air tanah. Ada 1,3 juta km³ air di bumi, 97,5% dari total tersebut merupakan air laut, lalu sisanya yang hanya sebesar 2,5% terdiri dari es dan gletser (68,7%) di kutub utara dan kutub selatan serta di puncak-puncak gunung bersalju, air tanah (29,9%), serta air di danau, sungai dan rawa sebesar 0,96% (P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani). Artinya, kuantitas air tanah dari total keseluruhan air di bumi hanya sekitar 10.360 km³. Perubahan distribusi hujan juga tentunya mempengaruhi kuantitas air tanah, ditambah lagi ulah-ulah manusia yang merusak ekosistem semakin mengurangi ketersediaan air tanah sehingga mengakibatkan 76% penduduk dunia tidak mampu menjangkau air bersih karena wilayah mereka hanya memiliki ketersediaan air bersih sebanyak 5000 m³/kapita/tahun, yang masih masuk dalam kategori “Kurang” (Shiklomanov).
Kerusakan ekosistem yang menyebabkan kerusakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) terutama karena perubahan lahan yang tidak terkendali di bagian hulu DTA dapat menyebabkan terjadinya perubahan siklus hidrologi di DTA tersebut (Bambang Trisakti). Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan hujan yang turun sulit diserap oleh tanah sehingga membuat air meluap ke permukaan dan menyebabkan banjir. Berkurangnya kemampuan resapan tanah di suatu area akan diikuti peningkatan aliran air di permukaan dan menyebabkan area tersebut akan kekurangan air pada musim kemarau, lalu akibat selanjutnya adalah erosi tanah pada musim hujan.
Kerusakan ekosistem yang menyebabkan kerusakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) terutama karena perubahan lahan yang tidak terkendali di bagian hulu DTA dapat menyebabkan terjadinya perubahan siklus hidrologi di DTA tersebut (Bambang Trisakti). Pembangunan yang tidak terkendali menyebabkan hujan yang turun sulit diserap oleh tanah sehingga membuat air meluap ke permukaan dan menyebabkan banjir. Berkurangnya kemampuan resapan tanah di suatu area akan diikuti peningkatan aliran air di permukaan dan menyebabkan area tersebut akan kekurangan air pada musim kemarau, lalu akibat selanjutnya adalah erosi tanah pada musim hujan.
Ulah manusia yang merusak ekosistem ini sangat ironis dengan kenyataan bahwa mereka sangat membutuhkan ketersediaan air tanah. Contoh paling tepat mengani hal ini adalah kota Jakarta. Penduduk Jakarta sangat menyadari bahwa kuantitas dan kualitas air tanah merupakan hal yang sangat penting, tetapi sebagian besar dari mereka seakan-akan menolak untuk bertanggung-jawab dalam pelestarian air tanah, padahal tanda-tanda krisis air tanah di Jakarta sudah sangat terlihat. Penduduk Jakarta telah menggunakan lebih dari sepertiga dari ketersediaan air tanah di wilayah ini, padahal ketersediaan air di Jakarta (1995) hanya 55m³ kapita/tahun, sangat jauh jika dibandingkan dengan Singapura (180m³ kapita/tahun), atau daerah lainnya di Indonesia seperti Yogyakarta (1.423m³ kapita/tahun), Sumatera Utara (10.592m³ kapita/tahun), dan Papua (543.481m³ kapita/tahun). Ini artinya ketersediaan air bersih di Jakarta berada di kategori “Sangat Kurang” dalam pembagian kategori ketersediaan air per kapita oleh World Resource Institute (1986) dan Meybeck (1990). Dalam pembagian kategori oleh dua pihak tadi, terdapat empat kategori, yaitu Tinggi (>10000m³/tahun), Menengah (5000-10000m³/tahun), Kurang (1000-5000m³/tahun), Sangat Kurang (<1000m³/tahun).
Prasasti Tugu di Museum Nasional
(koleksi foto koleksi foto Deleigeven Media))
Penyebab langsung mengapa ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan seringkali sangat rendah adalah ledakan jumlah penduduk kawasan perkotaan yang terus bertambah tiap tahunnya. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan pertambahan pemakaian air tanah untuk konsumsi dan keperluan industri. Selain itu, masalah lain pun muncul yaitu pertambahan pemukiman penduduk yang sering dibangun secara horizontal, dan banyaknya pemukiman yang dibangun secara liar di tepi-tepi sungai, waduk, dan berbagai daerah resapan semakin memperparah kelangkaan air tanah. Sumber daya air lainnya seperti sungai pun telah tercemari akibat ulah penduduk yang menjadikannya sebagai tempat pembuangan limbah industri secara konstan. Tata ruang kota yang mengabaikan ekosistem juga merupakan salah satu penyebab terhambatnya proses penyerapan.
Potret Salah Satu Pemukiman Padat Penduduk di bantaran kali, Jakarta
(copyrights: Antara)
Banyak pihak mulai memikirkan apakah solusi untuk menjaga ketersediaan air tanah di kawasan perkotaan. Ada banyak sekali solusi yang bisa diterapkan, namun masing-masing solusi harus disesuaikan dengan keadaan kota masing. Namun, pertama-tama pemerintah tentunya harus membuat tolak ukur, yang terdiri dari Tolak Ukur Regional dan Tolak Ukur Lokal. Melalui Tolak Ukur Regional kita dapat mengetahui tentang frekuensi terjadinya banjir dan kelangkaan air, kegiatan-kegiatan industri yang menyerap air, persentasi hunian rumah sakit dan penyakit terkait air, nilai HDI (Human Development Index) terkait kualitas dan kuantitas ketersediaan air, dan juga dapat mendapat informasi yang penting untuk menerapkan regulasi terkait ketersediaan air tanah di Jakarta. Sedangkan, melalui tolak ukur lokal kita dapat mengetahui jumlah penduduk yang telah dijangkau oleh air bersih yang menggunakan air bersih perpipaan.
Kini telah ada pengembangan teknologi pengelolahan lumpur (decanter). Teknologi decanter merupakan inovasi dari sistem recycle yang pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara. Teknologi ini tentunya sangat bermanfaat dalam upaya pelestarian ketersediaan air tanah di Jakarta. Jika teknologi ini menjangkau sebagian besar penduduk Jakarta maka penggunaan air tanah akan semakin menurun. Teknologi decanter merupakan salah satu upaya paling inovatif dalam melestarikan air tanah Jakarta, dan sebagai upaya mewujudkan impian zero waste (bebas buangan limbah).
Selain teknologi, regulasi dan perbaikan tata ruang serta infrastruktur pendukung ketersediaan air tanah dikawasan perkotaan juga merupakan solusi mutlak, termasuk peran penduduk kota dalam menaati semua peraturan. Keberhasilan program reuse (penggunaan tepat guna) dan reduce (penghematan) yang diterapkan secara konsisten oleh pemerintah Singapura dan didukung penuh oleh rakyatnya adalah contoh yang baik bagi masyarakat Indonesia.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA
SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.
DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!
CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.
JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Notes (Catatan):
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
Notes (Catatan):
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture: alwishahab.wordpress.com, ANTARA, Koleksi Foto Pribadi Penulis
Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media
Daftar Pustaka:
-Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; P.E. Hehanusa & Gadis Sri Haryani; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Krisis Air di Indonesia; I Nyoman N. Suradiputra, Dibjo Sartono, Muhammad Ilman; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Indonesian Inland Waters: An Anotation Empower The Management of Lakes; Pasi Lehmusloto; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Ilmu Lingkungan Sebagai Pendukung Pembangunan; M.Soerjani; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Krisis Air di Indonesia; I Nyoman N. Suradiputra, Dibjo Sartono, Muhammad Ilman; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Indonesian Inland Waters: An Anotation Empower The Management of Lakes; Pasi Lehmusloto; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Ilmu Lingkungan Sebagai Pendukung Pembangunan; M.Soerjani; Air Untuk Pembangunan Berkelanjutan; LIPI Press; Jakarta, Indonesia: 2005
-Air Tanah; Maria Christine Sutandi; Universitas Kristen Maranata; Bandung, Indonesia; 2012
-Karakteristik Ruang-waktu Sumber Uap Air di Atas Benua Maritim Indonesia Menggunakan Data Era Interim; Suyadhi; Jurnal Sains Dirgantara Vol.12 No.1; LAPAN; Jakarta, Indonesia; 2014
-Cuaca Antariksa Ekstrim: Dampaknya Pada Operasional dan Sinyal Satelit; Anwar Santoso; Media Dirgantara Vol.9 No.4; Jakarta, Indonesia; 2014.
-Pendugaan Laju Erosi Air Tanah Menggunakan Data Satelit Landsat TM/ETM+ Dan Spot; Bambang Trisakti, Jurnal Penginderaan Jauh Dan Pengolahaan Data Citra Digital; LAPAN; Jakarta, Indonesia; 2014.
-Cuaca Antariksa Ekstrim: Dampaknya Pada Operasional dan Sinyal Satelit; Anwar Santoso; Media Dirgantara Vol.9 No.4; Jakarta, Indonesia; 2014.
-Pendugaan Laju Erosi Air Tanah Menggunakan Data Satelit Landsat TM/ETM+ Dan Spot; Bambang Trisakti, Jurnal Penginderaan Jauh Dan Pengolahaan Data Citra Digital; LAPAN; Jakarta, Indonesia; 2014.
Sumber Website:



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
NB:
-Kami mengharapkan anda dapat memberikan komentar sebagai apresiasi, pertanyaan, kritik, ataupun masukan bagi artikel ini.
-Anda DAPAT memberikan komentar dengan akun TANPA NAMA (Annonymous).
-Mohon untuk memberikan informasi dan komentar tanpa mengandung pelecehan pada Suku, Agama, Ras, dan golongan tertentu dan juga pornografi.
-Kami menerima setiap kritik dan masukan dari para pembaca melalui kolom komentar, namun setiap komentar yang melecehkan pihak lain, baik yang mengandung pelecehan berbau SARA, maupun komentar yang mencerminkan FANDOM WAR akan kami HAPUS.
-Silahkan membaca, mengambil, dan menggunakan artikel ini dalam tulisan-tulisan anda namun mohon agar mencantumkan kredit lengkap tulisan ini dalam daftar sumber anda (dan alangkah baiknya jika anda tidak menyadur/meng-copy 100% isi tulisan ini. Kembangkanlah kreativitas dalam penulisan anda).
-Jika anda memiliki informasi tambahan yang berhubungan dengan artikel ini, kami sangat senang jika anda membagikannya pada pembaca yang lain melalui website ini.
-Kami sangat senang jika anda juga turut membagikan artikel ini pada orang lain.
-Silahkan mempromosikan website dan artikel-artikel online anda pada kolom komentar di website ini, namun kami akan MENGHAPUS setiap komentar dan iklan yang mengandung unsur PORNOGRAFI dan juga PERJUDIAN.